Skip to main content

Posts

KRISTEN PROGRESIF

Recent posts

MENCARI UNTUK DITEMUKAN

  (The Song of Songs, Gustave Moreau 1839) PENCARIAN. Kata itu rasanya cukup menggambarkan proses kependetaan sahabat saya, Agetta Putri Awijaya, yang kerap saya sapa Getta. Beberapa kali Getta bertanya dan mempertanyakan proses kependetaan yang ia jalani, karena ia merasa masih belum mantap untuk menjawab panggilan sebagai pendeta. Ia selalu merasa harus mencari, bertanya, dan mempertanyakan. Itulah Getta yang saya kenal sejak kuliah. Ia tidak pernah nyaman dengan jawaban-jawaban mudah, tidak pernah puas dengan kebenaran-kebenaran dogmatis, tak pernah cukup dengan yang bagus-bagus dan indah-indah. Ia selalu mencari, sekalipun ia harus keluar dari zona nyaman. Menariknya, iya pun tidak pernah cukup dengan menemukan, dan terus melanjutkan pencariannya. Dalam refleksi penahbisannya pun saya menangkap kesan pencarian Getta yang tak kunjung berakhir. Dalam refleksinya, Getta menempatkan dirinya sebagai sahabat Sang Kekasih Perempuan yang menemani sahabatnya itu untuk mencari kekasih-Nya.

Apakah Engkau Mengasihi Aku?

Saya sengaja membuat judul tulisan ini dengan pertanyaan, “Apakah engkau mengasihi Aku?” karena sahabat saya, Firmanda Tri Permana, memilih tema penahbisannya, “Engkau tahu aku mengasihi-Mu.” Saya percaya bahwa Nanda memilih tema ini sebagai jawabannya atas panggilan Tuhan untuk menggembalakan domba-domba-Nya, sebagaimana Petrus menjawab pertanyaan Yesus dalam percakapan Petrus dan Yesus setelah kebangkitan dan sebelum kenaikan-Nya ke surga. Percapakan ini merupakan sebuah bentuk pengutusan bagi Petrus untuk melanjutkan karya Yesus di dunia. Petrus dikenal sebagai tokoh yang impulsif, cenderung bertindak atau berbicara sebelum berpikir. Ia juga pernah dengan gegabah memotong telinga Malkhus, prajurit Romawi yang hendak menagkap Yesus; bahkan sebelum percakapan dengan Yesus, ia yang berada di perahu bergegas berpakaian dan melompat ke danau untuk menemui Yesus di pantai. Yang menarik, sementara kebanyakan orang akan melepaskan pakaiannya saat melompat ke air , Petrus malah mengenakan

Ketika Allah Merengkuh Semesta

Transfigurasi dan Mandorla Sahabat saya, Christian Galabara Alfadio Putra, atau yang akrab saya sapa Titi, merumuskan tema penahbisannya, “Membumi Raga, Menjejak Asa”; kata-kata yang cukup puitis dan sepertinya sulit dipahami jika hanya dibaca sekilas. Akan tetapi, di balik tema yang puitis itu terdapat refleksi yang sesuai temanya, “membumi.” Saya mengenal Titi sebagai seorang yang membumi. Gaya hidupnya sederhana, bahkan cenderung “tak terawat”, dan ia memiliki perhatian yang besar tehadap perjuangan untuk keadilan dan pembebasan bagi yang tertindas. Melalui tema “Membumi Raga, Menjejak Asa”, ia merefleksikan peristiwa transfigurasi sebagai sebuah bagian dari karya keselamatan Allah yang mulia di dalam Kristus yang merangkul seluruh ciptaan, Allah yang membumi raga dan menghadirkan asa bagi yang hina dan tersisih. Jika merefleksikan transfigirasi, gambaran yang selalu hadir dalam pikiran saya adalah mandorla . Apa itu mandorla ? Mandorla adalah kata dalam Bahasa Italia yang berarti

Saya Tidak Tahu

Sahabat Sepanjang Embara oleh Galabara Ketika sahabat saya, Ujun Junaedi, meminta saya menulis refleksi untuk penahbisannya, saya agak mempertanyakan tema yang ia angkat, “Sahabat dalam Embara.” “Yakin embara?” tanya saya kepadanya. Kata embara dalam Bahasa Indonesia berarti pergi ke mana-mana tanpa tujuan dan tempat tinggal tertentu. Dengan demikian, embara bisa diartikan sebagai perjalanan ke mana-mana yang tak tentu arah, perjalanan yang tanpa tujuan. Dengan menggunakan kata “embara” apakah Ujun memahami ziarah kehidupannya sebagai perjalanan yang tanpa tujuan? Tentu ia memiliki alasannya sendiri memilih tema ini, yang ia tuliskan juga dalam refleksi penahbisannya. Saya di sini tidak akan membahas refleksi Ujun lebih jauh. Sila anda baca sendiri refleksinya dan alasannya memilih kata “embara” tersebut. Saya sendiri melihat kata embara dari sudut pandang yang berbeda dari Ujun. Teks Kitab Suci yang diangkat sebagai landasan tema ini adalah kisah Perjalanan ke Emaus. Kisah i

Kasih Allah akan Semesta

(Telah dipublikasi dalam Majalah Berkat Edisi Desember 2018 Tahun XXX nomor 121, dengan judul "Kasih Dinyatakan dalam Perbuatan") Identitas kekristenan sejatinya ialah cinta kasih. Sayangnya, seringkali kasih menjadi sekadar slogan dan kata-kata indah yang tak jarang kehilangan maknanya. Sayangnya, kasih hanya berhenti pada kata, puisi, lagu, atau wacana dan keyakinan saja, tanpa terlihat wujudnya. Seorang psikiater asal Amerika, Karl Menninger, mengatakan “Sebenarnya cinta adalah obat bagi semua penyakit dan penderitaan di dunia. Namun pada kenyataannya, cinta menjadi suatu resep yang sering diberikan tapi jarang digunakan.” Kasih dibicarakan dan dikumandangkan di mimbar-mimbar ibadah dengan segala konsepnya; gereja berteori tentang bagaimana mengasihi orang lain, namun, semua hanya sebatas teori. Kenyataan ini pun yang terjadi di jemaat tujuan surat Yohanes. Kasih sering sekali diucapkan, namun tindakan tidak semanis ucapan. Kenyataan ini yang menjadi dasar bagi kritik

Kamu Melakukannya untuk Aku

“sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” (Matius 25:40) Allah yang Tidak Terduga Allah Trinitas, fokus dan sumber segala kehidupan, seringkali dijelaskan dengan perikhoresis. Perikhoresis berasal dari Bahasa Yunani, yang dapat diartikan kesalingterikatan mutual antara ketiga Pribadi ilahi, atau persekutuan tiga Pribadi ( person ) ilahi yang sangat akrab sedemikian hingga ketiganya saling masuk, saling rangkul dan saling memberi ruang. Perikhoresis juga kerap kali dimaknai sebagai tarian ilahi, dari kata khoreuo , yang berarti menari. Perikhoresis berarti tarian ilahi yang merengkuh seluruh ciptaan untuk menari bersama Allah Trinitas, menuju ke dunia dan kembali kepada Allah Trinitas. Perikhoresis mengandung kata khora , yang berarti ruang, wadah, rahim. Khora menjadi sebuah bagian yang penting dari perikhoresis. Beberapa teolog menjelaskan khora ini sebagai ruang yang dib