Skip to main content

Posts

Showing posts from 2013

Mencintai Allah, Mencintai Alam

Beberapa hari yang lalu, saya menonton film yang berjuudul “Sokola Rimba.” Film ini diangkat dari kisah nyata Butet Manurung, seorang guru yang mengajar anak-anak Suku Kubu, yang lebih dikenal dengan Suku Anak Dalam atau Orang Rimba di tepi Sungai Makekal, hutan Taman Nasional Bukit Duabelas, Jambi, yang diperankan oleh Prisia Nasution. Film yang disutradarai oleh Riri Riza ini diangkat dari buku dengan judul yang sama, tulisan Butet berdasarkan pengalamannya mengajar anak-anak rimba. Butet, sang guru, rela meninggalkan kemapanan hidup di kota dan masuk ke dalam hutan Jambi untuk memberikan pendidikan bagi anak-anak rimba, mengajarkan mereka baca-tulis dan berhitung agar mereka tidak mudah ditipu oleh orang-orang luar yang menggusur mereka demi kepentingan membuka lahan kelapa sawit di tanah milik Orang Rimba. Orang-orang yang ingin membuka lahan sawit ini biasanya menggunakan surat perjanjian yang isinya merugikan Orang Rimba. Dalam kondisi yang buta huruf, kelompok Orang Rimba a

Telanjang

Telanjang di depan umum itu tidak sopan!!! Ada benarnya, tergantung waktu dan tempatnya. Ratusan tahun lalu, orang Indonsedia telanjang di tempat umum, bukan sesuatu yang tidak sopan. Tapi sekarang, jangankan telanjang, perempuan yang kelihatan bahu atau belahan dada saja dianggap tidak senonoh.dibilang sok kebarat-baratan. Ikut-ikutan barat yang tidak bermoral. Orang Eropa yang telanjang atau berpakaian minim dibilang tidak tahu etiket, tidak bermoral, dan sebagainya. weits, tunggu dulu. ratusan tahun lalu, itu yang dikatakan orang Eropa ketika melihat orang Indonesia telanjang, atau hanya memakai cawat di depan umum. Mereka bilang orang-orang itu barbar, tidak beradab, tidak bermoral, dan sebagainya. Lalu mereka mengajarkan orang-orang yang dibilang primitif itu untuk pakai pakaian mereka, kemeja, gaun, celana, rok, jas dan dasi (seutas kain tidak penting yang akan bikin saya dikritik habis-habisan di hari Minggu kalau tidak memakainya). Lalu mereka bilang itu yang senonoh, yang b

Sampah... Banjir...

Jakarta bebas dari sampah dan banjir itu mimpi! Maaf, jangan tersinggung dengan pernyataan saya. Apalagi para tukang sapu jalan dan tukang sampah yang setia menyapu jalanan yang kotor dan mengangkut sampah setiap pagi, serta gubernur baru DKI yang tak pernah lelah blusukan untuk memperbaiki kota ini. Itu tidak mutlak kok. Pernyataan saya itu relatif, kondisional, alias bersyarat dan tergantung. Kalau keadaan seperti sekarang ini tidak diubah, pernyataan saya itu bisa jadi mutlak. Kondisional atau bersyarat karena bisa diubah, tergantung bagaimana masyarakat menyikapi sampah dan banjir. Saya bisa bilang begitu juga karena pengalaman lima tahun lebih tinggal di Jakarta. sampah di Jakarta ( sumber ) Menyebalkan rasanya berjalan-jalan di jalanan atau di tempat umum di Kota Jakarta ini, apalagi kalau membawa minuman dan makanan yang menghasilkan sampah. Bagaimana tidak menyebalkan, jika saya "dipaksa" menenteng sampah ratusan meter karena tidak tersedianya tempat sampah