Skip to main content

Posts

Showing posts from 2014

Rutinitas Menumpulkan Otak

Mengapa Rutinitas menumpulkan otak? Jangan salahkan rutinitas. Saya sendiri tidak menanggap rutinitas itu kosong dan tak bermakna. Justru rutinitas yang dimaknai itu sangat baik. Jadi rutinitas tidak dilakukan hanya sebagai formalitas. Nah, formalitas itu yang bahaya. Rutinitas ditambah formalitas, maka jadilah kita robot yang diprogram untuk melakukuan sesuatu tanpa perlu bertanya atau mengkritisi. Lalu, mengapa rutinitas menumpulkan otak? Sebenarnya tidak juga. Rutinitas yang dijalankan menggunakan otak malah mengasah otak kita. Misalnya rutinitas membaca, belajar, berdiskusi. Itu menjadi rutinitas yang mengasah otak kita, menajamkan pikiran kita. Hanya saja, kembali lagi, rutinitas belajar dan membaca sekalipun kalau tidak dimaknai atau direfleksikan akan menjadi formalitas. Kita belajar karena memang sudah seharusnya begitu, tanpa alasan, tanpa motivasi, tanpa tujuan. Ada juga orang yang belajar untuk punya pengetahuan. Tapi setidaknya masih ada tujuannya, daripada belajar karena

Melawan dengan Elegan

Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. (Mat. 5:44) Mahatma Gandhi merupakan seorang pemimpin perjuangan Bangsa India melawan penindasan Inggris  untuk memperoleh kemerdekaan. Dalam perjuangannya, Gandhi tidak melawan dengan kekerasan. Ia menggunakan jalan damai, dan melawan kekerasan tanpa menggunakan kekerasan juga. Melawan penindasan tidak secara frontal namun menggunakan kekuasaan orang lain itu untuk menyadarkan. Ia melawan diskriminasi dengan menunjukkan kalau semua manusia sebenarnya setara. Perjuangan Gandhi yang tanpa kekerasan ini berasal dari tradisi Hindu kuno,  yakni  satyagraha  (jalan kebenaran) dan  ahimsa  (non-kekerasan). Namun, Gandhi sendiri mengakui bahwa ia mendapat banyak inspirasi dari Yesus. Ajaran-ajaran Yesus dalam khotbah di bukit sebenarnya banyak mengandung ajaran untuk melawan penindasan tanpa menggunakan kekerasan. Gandhi sendiri mengakui bahwa jika semua orang Kristen mengamalkan ajaran-ajaran Yesus Kristus ini, maka

Pencitraan: Sekadar Citra atau Menjadi Mitra

Pemilu semakin dekat. Partai-partai dan caleg-calegnya semakin gencar mengiklankan diri. Semakin aneh-aneh juga kampanye dalam bentuk poster, stiker, dan baliho. Saya ingat pada saat banyak terjadi bencana seperti banjir dan erupsi gunung berapi beberapa waktu lalu, tidak jarang saya menemukan bendera-bendera partai di posko-posko penanggulanan bencana. Kalau biasanya hanya lembaga swadaya masyarakat atau lembaga pemerintahan yang kerepotan mendirikan posko-posko untuk menolong korban bencana alam, sekarang posko-posko berbendera partai juga menjamur seperti cendawan di musim hujan. Bukan hanya bendera atau lambang partai yang terpampang, tetapi juga nama dan foto caleg ikut menghias posko penanggulangan bencana itu. Lalu, ke mana saja orang-orang atau partai-partai itu pada bencana banjir setahun dan beberapa tahun lalu? Di sini kelihatan bahwa caleg-caleg itu mau memperlihatkan kalau mereka peduli pada korban bencana alam. Semakin dekat pemilu, para pembesar partai yang memiliki m