Skip to main content

Posts

Showing posts from 2016

Pengharapan pada Salib

Yang patah tumbuh, yang hilang berganti. Judul sebuah lagu yang diadopsi menjadi tema penahbisan sahabat saya, Sosam Zebua. Sosam merefleksikan tema ini sebagai gambaran sebuah proses kehidupan di mana jatuh dan bangkit datang silih berganti bahkan berkelindan menjadi satu. Ada kalanya hidup membawa pada kekecewaan, kemarahan, ketakutan dan kejatuhan. Tetapi ada masa di mana kita bangkit dan berdiri. Inilah yang Sosam maknai dengan satu kata: pengharapan. Salib dan Kebangkitan Berbicara soal pengharapan dalam kekristenan, saya selalu teringat dengan teolog Protestan asal Jeman yang terkenal dengan teologi pengharapan, yakni Jürgen Moltmann. Moltmann memberi penekanan pada eskatologi sebagai doktrin tentang pengharapan kristiani. Ia mengatakan bahwa ekstaologi tidak tepat diletakkan di akhir, karena dari awal sampai akhir kekristenan adalah eskatologi, pengharapan, yang melihat serta bergerak ke depan. Konsep Moltmann mengenai teologi pengharapan dipengaruhi oleh pengalaman prib

Hari Ini Bumi Membutuhkan Kebaikan Kita

Awalanya saya bingung mau menulis apa ketika diminta oleh Tunggul – sahabat saya dari TK yang tidak terpisahkan, namun akhirnya dipisahkan oleh sinode – untuk menulis sebuah artikel tentang lingkungan hidup dalam rangka penahbisannya. Sebenarnya saya merasa minder dengan Tunggul yang memang memiliki minat dan pengalaman dalam isu lingkungan hidup. Namun, saya kemudian saya sadar bahwa setiap pribadi manusia itu unik dan original, dan tidak ada orang lain yang pernah menghidupi kehidupan yang kita hidupi. Jadi, walaupun saya masih minder, tapi saya yakin tulisan saya ini unik. Identifikasi dan Alienasi Tunggul memiliki kepedulian yang begitu besar pada masalah lingkungan hidup. Isu-isu krisis lingkungan seperti pencemaran, pemanasan global dan perubahan iklim menjadi perhatiannya sejak masa kuliah di STT Jakarta. Dalam ibadah penahbisannya, bahkan tema yang diangkat masih berkaitan dengan lingkungan hidup, yakni “Identifikasi.” Menurut Arne Naess, filsuf yang dikutipnya, Identif