Skip to main content

Galau?

Setelah ini, apa? Apa yang akan saya lakukan setelah semua ini berakhir, setelah tali pada topi itu digeser Sang Ketua? Lima tahun saya menjalani perjalanan ini, pertanyaan itu tidak pernah terpikirkan. Yang penting sekarang, bukan nanti. Namun, semakin mendekati akhir perjalanan, saya mulai bimbang, kehilangan tujuan, dan bingung menentukan tujuan selanjutnya. Lalu, setelah ini, apa?

Anak muda zaman sekarang mungkin akan mengatakan kalau saya sedang galau tanpa pernah berpikir panjang apa sebenarnya makna kata "galau" itu. Kalau menurut KBBI, galau itu artinya ramai, kacau, tidak keruan. Wah, separah itu kah saya? Kacau dan tidak keruan? Saya rasa tidak. Saya tidak galau, saya hanya bingung. Bingung mau ke mana setelah ini.

Ada satu jalan yang paling saya hindari sejak dulu. Saya sangat yakin bahwa jalan saya tidak menuju ke sana. Tetapi, sekarang saya merasa tidak ada jalan lain selain jalan itu. Akhirnya saya putuskan untuk berjalan mengikuti jalan, sambil tetap berusaha untuk mencari jalan lain, persimpangan ke kanan atau ke kiri. Mungkin saat ini persimpangan itu belum tampak. Mungkin beberapa meter di depan akan ada jalan setapak yang bercabang dari jalan raya ini. Bisa saja malah jalan setapa itu menuju ke mata air. Atau, di beberapa kilometer di depan akan ada persimpangan besar yang harus saya pilih. Atau beberapa mil di depan ada jalan memutar yang ujungnya sama dengan jalan raya ini. Tak apa lah, saya suka yang berputar-putar. Tetapi, sampai saat ini masih ada satu jalan lurus, jadi saya belum bisa memilih. Apa yang mau dipilh kalau hanya ada satu pilihan?

Yah, mungkin itu yang akan saya lakukan. Berjalan megikuti satu-satunya jalan ini, sambil tetap mencari jalan lain yang mungkin. Kalu pada akhirnya semua jalan menuju ke sana, apa boleh buat. Toh, itu bukan tujuan ahkir. Masih ada jalan lagi yang harus saya tempuh dari tujuan itu. Semoga saja dari titik itu akan lebih banyak pilihan jalannya. Dengan banyak pilihan itu, saya mungkin akan bingung, tetapi tidak galau.

Comments

Popular posts from this blog

KRISTEN PROGRESIF

Beberapa waktu belakangan, sedang ramai nih di media sosial yang resah soal Kristen Progresif. Saya dibagikan video-video ceramah beberapa "tokoh" Kristen. Katanya Kristen Progresif ini dipropagadakan di Indonesia oleh Brian Siawarta, seorang pastor yang eksis di media sosial. Banyak orang Kristen resah sebab katanya Kristen progresif ini sesat lah, jadi ancaman kekristenan lah, yang tidak percaya Alkitab lah, tidak mengakui Yesus sebagai juruselamat lah, dan lain-lain. Wah... Saya juga jadi ikutan resah nih . Sebenarnya apa sih Kristen Progresif itu? Kalau berdasarkan definisi para "tokoh" Kristen dan orang-orang yang resah, Kristen progresif itu ya aliran sesat. Namun, itu pelabelan yang menurut saya terlalu sempit dan picik. Karena itu, mari kita lihat dulu arti kata "progresif". Menurut KBBI, "progresif" berarti, 1. ke arah kemajuan; 2. berhaluan ke arah perbaikan keadaan sekarang (tentang politk); 3. bertingkat-tingkat naik (tentang aturan

Kasih Allah akan Semesta

(Telah dipublikasi dalam Majalah Berkat Edisi Desember 2018 Tahun XXX nomor 121, dengan judul "Kasih Dinyatakan dalam Perbuatan") Identitas kekristenan sejatinya ialah cinta kasih. Sayangnya, seringkali kasih menjadi sekadar slogan dan kata-kata indah yang tak jarang kehilangan maknanya. Sayangnya, kasih hanya berhenti pada kata, puisi, lagu, atau wacana dan keyakinan saja, tanpa terlihat wujudnya. Seorang psikiater asal Amerika, Karl Menninger, mengatakan “Sebenarnya cinta adalah obat bagi semua penyakit dan penderitaan di dunia. Namun pada kenyataannya, cinta menjadi suatu resep yang sering diberikan tapi jarang digunakan.” Kasih dibicarakan dan dikumandangkan di mimbar-mimbar ibadah dengan segala konsepnya; gereja berteori tentang bagaimana mengasihi orang lain, namun, semua hanya sebatas teori. Kenyataan ini pun yang terjadi di jemaat tujuan surat Yohanes. Kasih sering sekali diucapkan, namun tindakan tidak semanis ucapan. Kenyataan ini yang menjadi dasar bagi kritik

Saya Tidak Tahu

Sahabat Sepanjang Embara oleh Galabara Ketika sahabat saya, Ujun Junaedi, meminta saya menulis refleksi untuk penahbisannya, saya agak mempertanyakan tema yang ia angkat, “Sahabat dalam Embara.” “Yakin embara?” tanya saya kepadanya. Kata embara dalam Bahasa Indonesia berarti pergi ke mana-mana tanpa tujuan dan tempat tinggal tertentu. Dengan demikian, embara bisa diartikan sebagai perjalanan ke mana-mana yang tak tentu arah, perjalanan yang tanpa tujuan. Dengan menggunakan kata “embara” apakah Ujun memahami ziarah kehidupannya sebagai perjalanan yang tanpa tujuan? Tentu ia memiliki alasannya sendiri memilih tema ini, yang ia tuliskan juga dalam refleksi penahbisannya. Saya di sini tidak akan membahas refleksi Ujun lebih jauh. Sila anda baca sendiri refleksinya dan alasannya memilih kata “embara” tersebut. Saya sendiri melihat kata embara dari sudut pandang yang berbeda dari Ujun. Teks Kitab Suci yang diangkat sebagai landasan tema ini adalah kisah Perjalanan ke Emaus. Kisah i