Skip to main content

Posts

Showing posts from 2012

Alay? Ciyus, Miapah?

Belakangan ini, muncul lagi kosakata-kosakata baru dalam dunia pergaulan anak muda di Indonesia, terutama do kota-kota besar seperti Jakarta. Beberapa waktu lalu muncul kata " kamseupay " yang merupakan bahasa prokem era 1980-an dan kemudian dipopularkan kembali oleh selebriti Marrisa Haque, yang merupakan hinaan sangat rendah pada seseorang (atau merupakan akronim dari "kampungan sekali, udik, payah"). Namun dalam perkembangannya, makna kata ini bergeser menjadi semakin luas. Bahkan, orang yang marah karena komputer jinjingnya bermasalah pun berkata "ah, kamseupay nih laptop ." Saya telah menyinggung ini dalam tulisan yang berjudul " Ayu Ting-ting, Kamseupay, dan Sub-Altern ." Kemunculan kosakata-kosakata "aneh" seperti ini menandakan kebosanan masyarakat bahasa yang baku. Dalam skala yang lebih besar, hal-hal yang nyleneh seperti ini merupakan perlawanan terhadap kemapanan. Ini terjadi pada komunitas-komunitas sub-altern atau komu

Pantang Pulang sebelum Padam

Kalau moto polisi "Melayani dan Melindungi," moto pramuka "Satyaku Kudarmakan, Darmaku Kubaktikan," maka moto pemadam kebakaran di Indonesia adalah "Pantang Pulang sebelum Padam." Makna yang luar biasa terkandung dalam moto ini. Jika melihat kenyataan di lapangan, agaknya tidak terlalu luar biasa, tetapi pemadam kebakaran Indonesia konsisten dengan moto mereka, karena itu mereka selalu datang saat kebakaran sudah hampir pada, melakukan finishing touch , dan kemudian pulang. Sebenarnya tidak semua dikarenakan kelambanan pemadam kebakaran. Dalam banyak kasus, penyebab keterlambatan pemadam kebakaran datang ke lokasi adalah kemacetan lalu lintas (terutama di Jakarta), dan lokasi yang sulit terjangkau karena terletak di pemukiman padat penduduk. Nah, kalau nonton film-film Hollywood yang bercerita tentang pemadam kebakaran, saya sering kagum. Saya kagum dengan pemadam kebakaran di film-film itu yang berupaya semampu mereka untuk menyelamatkan orang yang terk

Visi dan Daya Juang

Ternyata saya punya daya juang juga. Semua orang, bahkan saya sendiri, selama ini berpikir saya ini orang yang santai, tidak mau susah, tidak punya tujuan, cari aman, pragmatis, dan banyak kelemahan lainnya. Ternyata itu semua tidak sepenuhnya benar. Akhirnya saya bias menentukan visi dan berjuang untuk mencapai visi itu. Yah, walaupun hanya simulasi naik gunung. Naik gunung? Ya, untuk pendaki yang bisanya hanya sampai kaki gunung seperti saya, menanjak sampai setidaknya alun-alun adalah pencapaian yang lumayan. Alun-alun? Ya, Alun-alun Suryakencana, Gunung Gede. Kok, sepertinya spektakular sekali? Bukan spektakular. Tapi ini adalah pengalaman saya menemukan visi, dan menyadari pentingnya visi, sekaligus pembuktian bahwa saya punya daya juang untuk mencapai visi, tidak mudah menyerah. Kalau selama ini saya dikenal tidak punya visi dan tidak punya daya juang, mungkin anggapan-anggapan itu tidak sepenuhnya benar.  Sekarang saya menyadari pentingnya visi, dan menyadari juga pengaruh vis

Ayu Ting Ting, Kamseupay, Sub-Altern

Mendengarkan lagu Ayu Tingting yang berjudul "Sik-asik" mengingatkan saya akan perbincangan dengan teman-teman beberapa waktu lalu mengenai komunitas sub-altern. Sebenarnya ini berkaitan dengan behasa sebagai alat kolonalisasi dan perlawanan dari komunitas sub-altern. Apa hubungannya Ayu Tingting dengan bahasa? Baiklah. Kalau saya mendengar musik, biasanya saya akan berusaha mengasosiasikan lagu yang saya dengar dengan salah satu genre musik yang sudah dikenal (baca: baku). Misalnya, lagu "Don’t Worry"-nya Mas Tony Q akan diasosisasikan dengan genre musik reggae; atau lagunya Taylor Swift yang berjudul "Love Story" dengan mudahnya akan saya identifikasi sebagai musik country. Nah, bagaimana dengan "Sik-asik"-nya Ayu Tingting? Agak nge-dangdut, tapi sedikit K-Pop. Kalau menurut Ko Hans, lagu Sik-asik adalah salah satu bentuk perlawanan komunitas sub-altern  terhadap kemapanan yang selalu berhubungan dengan kolonialisasi. Nah, ini sebenarnya yang

Ketakutan dan Kekuatiran

Setiap orang pasti memiliki ketakukan. Entah itu takut kecoak, takut ketinggian, atau takut hantu. Ketakutan juga bisa dikatakan kekuatiran. Orang takut naik pohon karena kuatir jatuh misalnya. Orang kuatir akan masa depannya, kemudian takut menjalaninya. Mungkin saat ini, itulah yang saya rasakan. Saya takut menjalani proses ke depan karena saya kuatir. Saya kuatir akan masa depan saya, akan apa jadinya saya nanti, kuatir akan karir dan pekerjaan, serta pasangan hidup. Walaupun sebenarnya saya tidak terlalu memikirkannya ( yeah, I live for today ), tetap ada rasa kuatir dan takut dalam diri saya. Ketakutan itu juga ditambah dengan perubahan yang saya rasakan sangat tiba-tiba, dan saya mau tidak mau, suka tidak suka, harus menghadapiunya tanpa persiapan. Saya kaget dengan keadaan yang tiba-tiba berubah, dengan kondisi yang tidak pernah saya persiapkan untuk saya jalani. Akhirnya saya bingung, takut, kuatir. Saya bingung harus melakukan apa, saya kuatir bagaimana saya nantinya

Serenity Prayer

"God, give us grace to accept with serenity the things that cannot be changed, Courage to change the things which should be changed, and the Wisdom to distinguish the one from the other. Living one day at a time, Enjoying one moment at a time, Accepting hardship as a pathway to peace, Taking, as Jesus did, this sinful world as it is, not as I would have it,  Trusting that You will make all things right, if I surrender to Your will, So that I may be reasonably happy in this life, and supremely happy with You forever in the next. Amen."  Reinhold Niebhur

Galau?

Setelah ini, apa? Apa yang akan saya lakukan setelah semua ini berakhir, setelah tali pada topi itu digeser Sang Ketua? Lima tahun saya menjalani perjalanan ini, pertanyaan itu tidak pernah terpikirkan. Yang penting sekarang, bukan nanti. Namun, semakin mendekati akhir perjalanan, saya mulai bimbang, kehilangan tujuan, dan bingung menentukan tujuan selanjutnya. Lalu, setelah ini, apa? Anak muda zaman sekarang mungkin akan mengatakan kalau saya sedang galau tanpa pernah berpikir panjang apa sebenarnya makna kata "galau" itu. Kalau menurut KBBI, galau itu artinya ramai, kacau, tidak keruan. Wah, separah itu kah saya? Kacau dan tidak keruan? Saya rasa tidak. Saya tidak galau, saya hanya bingung. Bingung mau ke mana setelah ini. Ada satu jalan yang paling saya hindari sejak dulu. Saya sangat yakin bahwa jalan saya tidak menuju ke sana. Tetapi, sekarang saya merasa tidak ada jalan lain selain jalan itu. Akhirnya saya putuskan untuk berjalan mengikuti jalan, sambil tetap ber

Hell's Kitchen

Saya menyesal setengah mati (untungnya tidak sampai mati) karena tidak dapat menonton konser Dream Theater , hari Sabtu (21/4) kemarin. Dream Theater adalah band metal progresif yang sangat saya senangi sejak pertama kali saya mengenalnya delapan tahun lalu. Cukup miris juga tidak dapat melihat mereka menghentak Ancol dengan musik keras yang berseni dan sarat skill. Untuk menghibur diri, saya mendengarkan musik-musik mereka dari album pertama, When Dream and Day Unite , sampai album terakhir, A Dramatic Turn of Events .   Saya jadi terinspirasi untuk menulis setelah mendengarkan  Hell's Kitchen .  Hell's Kitchen adalah musik instrumental Dream Theater yang menurut saya benar-benar progresif. Mendengar  Hell's Kitchen, saya jadi teringat diskusi yang tidak selesai dengan seorang dosen kira-kira setahun lalu mengenai Walter Rauschenbusch dan Gerakan Injil Sosial. Apa hubungannya dengan  Hell's Kitchen ? Rauschenbusch adalah tokoh Gerakan Injil Sosial di Amerika Serikat

Crossing the Rubicon

Belakangan ini, saya sering melihat mobil Jeep Rubicon melintas di jalanan Jakarta. Mobil itu cukup keren menurut saya. Ya, mobil Jeep yang pada masa Perang Dunia II menjadi kendaraan para tentara Amerika ini, sekarang sudah banyak jenisnya. Salah satunya adalah  Rubicon. Kalau sepengetahuan saya sih , Rubicon adalah nama kuno Latin untuk sebuah sungai kecil di Italia sebelah utara. Pada zaman Republik Romawi, hukum melarang semua jendral menyeb e rangi sungai ini dengan pasukan siaga untuk melindungi negara dari ancaman militer internal. Jendral yang menyeberangi Rubicon dengan pasukan dianggap melanggar hukum dan melawan republik. Julius Caesar dikenal sebagai jendral Romawi yang berani menyeberangi sungai Rubicon pada 49 SMB untuk memperjuangkan hak para tentara Romawi yang dipermainkan para senator. Dengan menyeberangnya Caesar beserta pasukannya, ia menimbulkan sebuah konflik militer yang tak terelakkan. Ini konsekuensi yang harus ditanggungnya karena menyeberangi sungai

The Partaker

Mengapa   partaker ?   Partaker   adalah kata benda yang diturunkan dari kata kerja   partake , yang artinya "mengambil bagian." Jadi, partaker dapat diterjemahkan "pengambil bagian" atau "orang yang mengambil bagian." Mengambil bagian dalam apa? Ini yang perlu dijelaskan. Partaking, partisipasi, atau ambil bagian sering kita lihat dalam kerangka sebuah kegiatan. Misalnya, saya mengambil bagian atau berpartisipasi dalam upacara bendera di sekolah, atau saya mengambil bagian dalam perkumpulan tertentu. Namun, mengambil bagian yang saya maksud di sini adalah mengabil bagian dalam Allah, dalam persekutuan Allah. Dalam kekristenan, teruma kekristenan Timur, berpartisipasi atau mengambil bagian dalam Allah menjadi konsep yang penting dan merupakan tujuan kehidupan manusia. Allah menciptakan manusia dan ciptaan lainnya untuk mengambil bagian dalam persekutuan ( koinonia ) dengan Allah. Namun, tujuan ini dirusak oleh dosa. Dosa ( hamartia ) berarti meleset,