Skip to main content

Pantang Pulang sebelum Padam

Kalau moto polisi "Melayani dan Melindungi," moto pramuka "Satyaku Kudarmakan, Darmaku Kubaktikan," maka moto pemadam kebakaran di Indonesia adalah "Pantang Pulang sebelum Padam." Makna yang luar biasa terkandung dalam moto ini. Jika melihat kenyataan di lapangan, agaknya tidak terlalu luar biasa, tetapi pemadam kebakaran Indonesia konsisten dengan moto mereka, karena itu mereka selalu datang saat kebakaran sudah hampir pada, melakukan finishing touch, dan kemudian pulang. Sebenarnya tidak semua dikarenakan kelambanan pemadam kebakaran. Dalam banyak kasus, penyebab keterlambatan pemadam kebakaran datang ke lokasi adalah kemacetan lalu lintas (terutama di Jakarta), dan lokasi yang sulit terjangkau karena terletak di pemukiman padat penduduk.

Nah, kalau nonton film-film Hollywood yang bercerita tentang pemadam kebakaran, saya sering kagum. Saya kagum dengan pemadam kebakaran di film-film itu yang berupaya semampu mereka untuk menyelamatkan orang yang terkepung kobaran api. Bahkan di saat tidak ada kebakaran, mereka rela mengambilkan kucing milik si Molly yang nyasar di atap rumah, membetulkan atap Mrs. Baker yang bocor, atau membetulkan pipa saluran air yang tersumbat. Ini yang tidak pernah saya lihat dari pemadam kebakaran di Indonesia. Atau mungkin saya yang tidak pernah tahu. Tapi yang pasti, pemadam kebakaran itu keren.

pemadam kebakaran (source)

Kembali ke "Pantang Pulang sebelum Padam." Seperti yang sudah saya singgung di awal, moto ini sebenarnya mengandung makna yang dalam. Jika saya tafsirkan secara bebas, saya menangkap pesan bahwa pemadam kebakaran melakukan pekerjaan mereka dengan semangat yang pantang menyerah. Mereka tidak akan berhenti sebelum tujuan atau visi mereka tercapai, yakni memadamkan kebakaran. Mereka memiliki visi, yakni memadamkan kebakaran, mereka memunyai misi untuk mencapai visi tersebut, melakukan aksi, dan tidak menyerah sampai visi itu tercapai. Mereka juga berani mengambil risiko untuk mencapai visi itu. Risiko apa? Banyak. Mulai dari jatuh dari atap, terkena serpihan kayu, kepanasan, luka berat maupun ringan akibat terbakar, atau bahkan sampai meninggal dunia karena terbakar. Namun, itu semua risiko yang mereka hadapi untuk memadamkan kebakaran dan menolong orang keluar dari kepungan api.

Ini adalah pelajaran berharga yang dapat saya petik dari peran pemadam kebakaran, atau moto pemadam kebakaran. Saya sering sekali melekatkan moto ini pada seseorang, yakni Mbak Bobo. Ia tipe orang yang pantang pulang sebelum padam. Jika ada tugas atau pekerjaan, dia akan mengerjakannya sampai tuntas bahkan sampai menjelang pagi, dan matanya memerah karena ngantuk. Ia tidak akan puas dan berhenti jika pekerjaan belum selesai. Ia juga pantang menyerah. Jika ia gagal, ia tidak lantas putus asa dan tidak mau melanjutkan pekerjaannya. Ia akan berusaha sekuat tenaga agar pekerjaannya selesai dengan berhasil, apa pun risikonya.

Melihat pemadam kebakaran Indonesia, ada juga satu hal yang bisa dibilang kelemahan yang terjadi pada Mbak Bobo. Tidak ada yang dikerjakan pemadam kebakaran saat tidak ada kebakaran. Memang mereka dengan semangat memadamkan kebakaran sampai tuntas, tetapi begitu pekerjaan mereka selesai dan tidak terjadi kebakaran lagi, mereka menganggur sampai terjadi kebakaran lagi. Ini yang juga terjadi pada Mbak Bobo. Jika sudah menyelesaikan pekerjaannya sampai tuntas, ia akan bingung sendiri karena tidak ada pekerjaan. Pekerjaan yang bisa diselesaikan dalam tiga atau empat hari diselesaikan dalam satu hari, sehingga tiga hari ke depan ia bingung mau melakukan apa. Ia menganggur sampai stres, sampai ada lagi pekerjaan baru. Namun demikian, pemadam kebakaran di film-film punya pekerjaan sampingan saat tidak terjadi kebakaran. Mungkin Mbak Bobo lebih tepat jika dibilang sebagai pemadam kebakaran di film-film, soalnya dia pasti mengerjakan yang lain saat tidak ada pekerjaan utama yang harus diselesaikan "pantang pulang sebelum padam." Ya, saya juga sedang berusaha untuk memiliki "api" yang harus "dipadamkan" dan berusaha untuk "pantang pulang sebelum padam." Terima kasih Mbak Bobo, terima kasih pemadam kebakaran.

Comments

Popular posts from this blog

KRISTEN PROGRESIF

Beberapa waktu belakangan, sedang ramai nih di media sosial yang resah soal Kristen Progresif. Saya dibagikan video-video ceramah beberapa "tokoh" Kristen. Katanya Kristen Progresif ini dipropagadakan di Indonesia oleh Brian Siawarta, seorang pastor yang eksis di media sosial. Banyak orang Kristen resah sebab katanya Kristen progresif ini sesat lah, jadi ancaman kekristenan lah, yang tidak percaya Alkitab lah, tidak mengakui Yesus sebagai juruselamat lah, dan lain-lain. Wah... Saya juga jadi ikutan resah nih . Sebenarnya apa sih Kristen Progresif itu? Kalau berdasarkan definisi para "tokoh" Kristen dan orang-orang yang resah, Kristen progresif itu ya aliran sesat. Namun, itu pelabelan yang menurut saya terlalu sempit dan picik. Karena itu, mari kita lihat dulu arti kata "progresif". Menurut KBBI, "progresif" berarti, 1. ke arah kemajuan; 2. berhaluan ke arah perbaikan keadaan sekarang (tentang politk); 3. bertingkat-tingkat naik (tentang aturan

Kasih Allah akan Semesta

(Telah dipublikasi dalam Majalah Berkat Edisi Desember 2018 Tahun XXX nomor 121, dengan judul "Kasih Dinyatakan dalam Perbuatan") Identitas kekristenan sejatinya ialah cinta kasih. Sayangnya, seringkali kasih menjadi sekadar slogan dan kata-kata indah yang tak jarang kehilangan maknanya. Sayangnya, kasih hanya berhenti pada kata, puisi, lagu, atau wacana dan keyakinan saja, tanpa terlihat wujudnya. Seorang psikiater asal Amerika, Karl Menninger, mengatakan “Sebenarnya cinta adalah obat bagi semua penyakit dan penderitaan di dunia. Namun pada kenyataannya, cinta menjadi suatu resep yang sering diberikan tapi jarang digunakan.” Kasih dibicarakan dan dikumandangkan di mimbar-mimbar ibadah dengan segala konsepnya; gereja berteori tentang bagaimana mengasihi orang lain, namun, semua hanya sebatas teori. Kenyataan ini pun yang terjadi di jemaat tujuan surat Yohanes. Kasih sering sekali diucapkan, namun tindakan tidak semanis ucapan. Kenyataan ini yang menjadi dasar bagi kritik

Saya Tidak Tahu

Sahabat Sepanjang Embara oleh Galabara Ketika sahabat saya, Ujun Junaedi, meminta saya menulis refleksi untuk penahbisannya, saya agak mempertanyakan tema yang ia angkat, “Sahabat dalam Embara.” “Yakin embara?” tanya saya kepadanya. Kata embara dalam Bahasa Indonesia berarti pergi ke mana-mana tanpa tujuan dan tempat tinggal tertentu. Dengan demikian, embara bisa diartikan sebagai perjalanan ke mana-mana yang tak tentu arah, perjalanan yang tanpa tujuan. Dengan menggunakan kata “embara” apakah Ujun memahami ziarah kehidupannya sebagai perjalanan yang tanpa tujuan? Tentu ia memiliki alasannya sendiri memilih tema ini, yang ia tuliskan juga dalam refleksi penahbisannya. Saya di sini tidak akan membahas refleksi Ujun lebih jauh. Sila anda baca sendiri refleksinya dan alasannya memilih kata “embara” tersebut. Saya sendiri melihat kata embara dari sudut pandang yang berbeda dari Ujun. Teks Kitab Suci yang diangkat sebagai landasan tema ini adalah kisah Perjalanan ke Emaus. Kisah i