PENCARIAN. Kata itu rasanya cukup menggambarkan proses kependetaan sahabat saya, Agetta Putri Awijaya, yang kerap saya sapa Getta. Beberapa kali Getta bertanya dan mempertanyakan proses kependetaan yang ia jalani, karena ia merasa masih belum mantap untuk menjawab panggilan sebagai pendeta. Ia selalu merasa harus mencari, bertanya, dan mempertanyakan. Itulah Getta yang saya kenal sejak kuliah. Ia tidak pernah nyaman dengan jawaban-jawaban mudah, tidak pernah puas dengan kebenaran-kebenaran dogmatis, tak pernah cukup dengan yang bagus-bagus dan indah-indah. Ia selalu mencari, sekalipun ia harus keluar dari zona nyaman. Menariknya, iya pun tidak pernah cukup dengan menemukan, dan terus melanjutkan pencariannya. Dalam refleksi penahbisannya pun saya menangkap kesan pencarian Getta yang tak kunjung berakhir.
Dalam refleksinya, Getta menempatkan
dirinya sebagai sahabat Sang Kekasih Perempuan yang menemani sahabatnya itu
untuk mencari kekasih-Nya. Kesediaanya menemani Sang Kekasih untuk mencari
kekasih-Nya ini karena ia jatuh cinta dengan cara Allah mencintai, cara Allah
diam-diam merindukan. Ia terpesona dengan bagaimana Allah mencari mereka yang
dipisahkan dari-Nya, disingkirkan, dan dihilangkan. “Ke mana perginya
kekasihmu, hai jelita di antara wanita? Ke jurusan manakah kekasihmu pergi,
supaya kami mencarinya besertamu?” Getta merefleksikan kehidupannya serta
proses kependetaannya sebagai pencarian bersama Allah.
Saya tidak akan berpanjang lebar dengan
refleksi Getta, karena bisa anda baca sendiri. Saya sendiri melihat bagaimana
Getta memosisikan diri sebagai sahabat Kekasih Perempuan, Sang Jelita di antara
Wanita, sebagai hasil pencariannya selama ini. Namun, bukan berarti Getta telah
menemukan. Justru ialah yang telah ditemukan. Ia telah ditemukan oleh Sang
Kekasih yang mencintainya dan merindukannya. Ia telah ditemukan dan tidak dapat
pergi menjauhi Sang Kekasih. Ia mencari untuk ditemukan. Bagi saya, inilah
panggilan seorang pendeta. Mencari bukan untuk menemukan, karena godaan terbesar
seorang pendeta adalah merasa sudah menemukan lalu malas untuk mencari lagi.
Dalam pencarian kita, justru Allahlah yang menemukan kita, seperti kata Rasul
Paulus, “Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna,
melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena aku pun
telah ditangkap oleh Kristus Yesus.” Itulah alasan saya memberi judul refleksi
ini, “Mencari untuk Ditemukan.” Akan tetapi, bukan berarti ketika kita telah
ditemukan lalu pencarian kita berakhir. Karena sesungguhnya sejak semula Ia
telah menemukan dan menangkap kita, bahkan sebelum kita mencari.
Getta, pencarian kita tidak berhenti ketika
kita menjawab, “Ya, dengan segenap hati.” Kita telah ditemukan dan direngkuh
oleh Sang Kekasih untuk menemani-Nya mencari mereka yang dipisahkan,
disingkirkan, diasingkan, dan dihilangkan. Pada saat yang bersamaan juga Ia
menemani kita untuk terus menemukan kebenaran-kebenaran yang tidak selalu
dogmatis, untuk mencari jawaban-jawaban untuk tidak selalu mudah, dan merindukan
yang tidak selalu bagus dan indah. Biarlah pencarian ini menjadi pencarian yang
tidak pernah berakhir hingga Sang Kekasih merengkuh kita dalam Persekutuan Cinta
Kasih Kekal. Mungkin pencarian akan semakin berat, mungkin juga keadaan memaksa
kita untuk malas mencari dan berhenti merindu. Tetapi, Sang Kekasih selalu
bersama kita dan medekap kita dalam menapaki pencarian ini. Teruslah mencari,
teruslah merindu. Jangan biarkan keadaan memaksamu untuk malas mencari dan
berhenti merindu.
(Tulisan ini dibuat dalam rangka penahbisan Agetta Putri Awijaya ke dalam jabatan Pendeta GKI di jemaat GKI Bandar Lampung)
Comments
Post a Comment