Kasihilah
musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.
(Mat.
5:44)
Mahatma
Gandhi merupakan seorang pemimpin perjuangan Bangsa India melawan penindasan
Inggris untuk memperoleh kemerdekaan. Dalam perjuangannya, Gandhi tidak
melawan dengan kekerasan. Ia menggunakan jalan damai, dan melawan kekerasan tanpa
menggunakan kekerasan juga. Melawan penindasan tidak secara frontal namun
menggunakan kekuasaan orang lain itu untuk menyadarkan. Ia melawan diskriminasi
dengan menunjukkan kalau semua manusia sebenarnya setara.
Perjuangan
Gandhi yang tanpa kekerasan ini berasal dari tradisi Hindu kuno, yakni satyagraha (jalan
kebenaran) dan ahimsa (non-kekerasan). Namun, Gandhi sendiri
mengakui bahwa ia mendapat banyak inspirasi dari Yesus. Ajaran-ajaran Yesus
dalam khotbah di bukit sebenarnya banyak mengandung ajaran untuk melawan
penindasan tanpa menggunakan kekerasan. Gandhi sendiri mengakui bahwa jika
semua orang Kristen mengamalkan ajaran-ajaran Yesus Kristus ini, maka sebagian
besar orang di India, bahkan di dunia akan menjadi Kristen. Namun, sayang yang
menjajah dan menindas bangsa India adalah bangsa Inggris yang notabene beragama
Kristen. Di sini, justru Gandhi menjadi orang yang lebih Kristen daripada
orang-orang yang mengaku dirinya Kristen, atau beragama Kristen.
Jika
kita membaca Matius 5:39-48 yang merupakan bagian dari khotbah di bukit,
mungkin kita akan menangkap kesan bahwa Yesus menghendaki murid-murid-Nya untuk
tidak melawan, atau bisa dibilang pasrah saja kalau ditindas orang jahat; jika
ditampar pipi kanan, berikan juga pipi kiri. Yesus bukan hanya melarang untuk
melawan, tetapi Ia juga menyuruh untuk memberikan pipi kanan. Jika kita baca
sekilas, kelihatannya akan seperti bentuk kepasrahan. Namun sebenarnya,
pengajaran Yesus ini merupakan bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan dan
kesewenang-wenangan. Perlawanan yang tanpa kekerasan. Yesus juga megajarkan
untuk mengasihi musuh dan berdoa bagi orang yang menganiaya. Sulit sekali
rasanya. Mengasihi yang menngasihi kita saja sulit, apalagi yang membenci kita.
Lalu, apa yang sebenarnya diajarkan Yesus?
Menampar
pipi kanan (untuk orang yang menggunakan tangan kanan) pasti dilakukan dengan
menggunakan punggung tangan. Menampar dengan punggung tangan merupakan sikap
yang merendahkan, menganggap yang ditampar ini lebih rendah derajatnya. Hal ini
biasanya sering dilakukan majikan kepada budaknya dalam dunia Timur Tengah.
Karena itu, Yesus mengajarkan untuk memberikan pipi kiri. Menampar pipi kiri
dilakukan dengan muka tangan, yang menandakan relasi penampar dan yang ditampar
itu setara. Ini mau mengajarkan bahwa jika kamu direndahkan, jangan membalas
dengan menyerang kembali, tetapi tunjukkan kalau kamu bukan budak, bahwa
kedudukan kalian setara; gunakan kekuasaan orang yang menindas untuk
menunjukkan bahwa ia tidak manusiawi. Dan ini merupakan bentuk perlawanan bukan
kepasrahan.
Selanjutnya
Yesus juga mengajarkan untuk melawan dengan menunjukkan rasa kemanusiaan.
Biasanya orang miskin dalam dunia Yahudi waktu itu hanya memiliki dua potong
baju dan satu jubah untuk melindungi mereka dari terik matahari. Namun, kata
Yesus jika ada orang yang menuntut ke pengadilan dan meminta baju, berikan juga
jubah kepadanya. Ini mau menunjukkan bahwa orang miskin dan lemah hanya punya
dua potong baju, kadang-kadang malah tidak punya jubah, tetapi masih mau
diambil juga. Sekalian saja ambil jubahnya. Ini juga perlawanan yang secara
tidak langsung mau mengkritik kemanusiaan orang yang menuntut baju. Kira-kira
bisa dikatakan, “Orang sudah miskin dan susah, malah dibuat tambah susah. Tega
sekali. Sekalian saja ambil semuanya.” Sikap seperti ini memperlihatkan
perlawanan dengan menggelitik rasa kemanusiaan.
Kemudian
Yesus mengajarkan untuk berjalan dua mil jika ada yang memaksa berjalan satu
mil, berjalan lebih jauh daripada yang diminta. Pada masa penjajahan Romawi di
Israel, biasanya tentara-tentara Romawi yang pulang berjalan kaki akan meminta
siapa saja yang mereka temui di jalan untuk memikul senjata mereka serta baju
zirah mereka yang berat dan berjalan bersama mereka sejauh satu mil. Peraturan
pada waktu itu, jika berjalan lebih dari satu mil maka akan dianggap memaksa
dan tentara itu akan berada dalam masalah. Makanya jika sudah mendekati satu
mil, tentara itu akan menyuruh berhenti dan mencari orang lain menggantikan.
Tetapi Yesus mengajarkan untuk berjalan melebihi yang diminta. Berjalan
melebihi yang diminta menunjukkan kritik kepada tentara itu untuk tidak
sewenang-wenang, dan memperlakukan orang lain bukan sebagai budak yang bisa
disuruh-suruh. Ini juga menyadarkan mereka karena akan membuat mereka
was-was. Lagi, perlawanan tanpa kekerasan.
Perlawanan
seperti ini dapat kita lihat dalam perjuangan Gandhi dan rakyat India melawan
penindasan Inggris. Mereka hanya duduk bersial di jalan, sekalipun diusir,
dipukuli, ditendang, dianiaya, mereka tidak bergerak. Mereka juga tidak balik
melawan dengan memukil aparat Inggris, tetapi mereka melawan dengan diam.
Mereka terus dipukuli habis-habisan sampai orang-orang Iggris itu merasa malu
dengan tindakan mereka. Mereka sadar bahwa tindakan mereka itu tidak manusiawi,
dan lebih kejam daripada binatang. Inilah contoh melawan tanpa membalas dengan
kekerasan, tetapi membangkitkan rasa kemanusiaan, memberikan penyadaran. Jika
aparat keamanan Inggris hanya diberithu untuk memperlakukan orang secara
manusiawi, mungkin tidak akan ada efeknya. Tetapi dengan perlawanan dalam dia
itu, mereka dapat digelitik rasa kemanusiaannya dan disadarkan.
Mahatma Gandhi (source)
Kembali
kepada ajaran Yesus. Yesus tidak mengajarkan untuk melawan dengan membalas,
tetapi Ia juga tidak mengajarkan untuk pasrah. Ia mengajarkan untuk melawan
tanpa membalas dan tanpa kekerasan. Ini disebut melawan dengan elegan. Karena
itu, Yesus juga mangajarkan untuk mengasihi musuh dan berdoa bagi yang
menganiaya. Mengasihi orang yang membenci dan berdoa bagi yang menganiaya juga
merupakan bentuk kritikan untuk membuat orang menyadari bahwa yang mereka
lakukan itu salah dan melukai orang lain. Bagiamana rasanya orang yang biasanya
menyakiti dan meenindas didoakan dan dikasihi oleh orang yang ia tindas dan ia
sakiti? Pasti akan merasa tidak enak dan menyadari kelakuannya yang buruk
selama ini.
Oleh
karena itu, jangan kita salah paham bahwa Yesus mengajarkan kita untuk pasrah.
Justru Yesus mengajarkan untuk melawan ketidakadilan, penindasan, dan
kesewenang-wenangan. Tetapi bukan dengan cara membalas atau dengan jalan
kekerasan. Yesus mengajarkan untuk melawan dengan kasih, melawan dengan
menyadarkan, dan melawan dengan elegan. Melawan tidak harus dengan kekerasan
dan pembalasan, teapi melawan bisa dilakukan dengan kasih.
Comments
Post a Comment