Skip to main content

Hell's Kitchen

Saya menyesal setengah mati (untungnya tidak sampai mati) karena tidak dapat menonton konser Dream Theater, hari Sabtu (21/4) kemarin. Dream Theater adalah band metal progresif yang sangat saya senangi sejak pertama kali saya mengenalnya delapan tahun lalu. Cukup miris juga tidak dapat melihat mereka menghentak Ancol dengan musik keras yang berseni dan sarat skill. Untuk menghibur diri, saya mendengarkan musik-musik mereka dari album pertama, When Dream and Day Unite, sampai album terakhir, A Dramatic Turn of Events. 


Saya jadi terinspirasi untuk menulis setelah mendengarkan Hell's KitchenHell's Kitchen adalah musik instrumental Dream Theater yang menurut saya benar-benar progresif. Mendengar Hell's Kitchen, saya jadi teringat diskusi yang tidak selesai dengan seorang dosen kira-kira setahun lalu mengenai Walter Rauschenbusch dan Gerakan Injil Sosial. Apa hubungannya dengan Hell's Kitchen? Rauschenbusch adalah tokoh Gerakan Injil Sosial di Amerika Serikat yang melayani di Hell's Kitchen, sebuah kawasan kumuh di Kota New York, tahun 1886-1897. Nah, di situ lah kaitan Rauschenbusch dengan Hell's Kitchen.

Gerakan Injil Sosial muncul akibat berkembangnya liberalisme di Amerika, serta perkembangan di bidang industri yang begitu cepat namun kondisi para buruh yang dipekerjakan sangat memprihatinkan. Kemajuan industri bagi Rauschenbusch telah membuat masyarakat menjadi jahat karena dosa dan kejahatan sudah masuk dalam tatanan sosial. Keadaan itu semakin buruk karena pada abad ke-19 di Amerika, kehidupan orang-orang Kristen semakin menjadi individual. Menurutnya, Injil haruslah berbicara tentang masalah-masalah sosial, seperti kemiskinan. Ia yakin bahwa Yesus Kristus mengajarkan keselamatan sosial bagi dosa sosial. Menurutnya tujuan utama kekristenan adalah Kerajaan Allah. Kerajaan Allah bukanlah keselamatan individual, tetapi keselamatan masyarakat, yakni suatu tataan masyarakat yang bebas dari pengekangan, penindasan, dan individualisme. Karena itu, gereja harus berperang untuk menghadirkan Kerajaan Allah di dunia.

Pengalaman bertahun-tahun melayani masyarakat miskin di Hell's Kitchen membuat Rauschenbusch berefleksi mengenai kehidupan sosial dan tugas sosial gereja. Namun demikian, Injil Sosial juga menerima berbagai kritik, salah satunya karena terlalu moralis. Anyway, mendengarkan lagu Hell's Kitchen kembali menggali perenungan saya akan tanggung jawab sosial gereja di tengah dunia. Oke lah, kita tidak perlu idealis seperti Rauschenbusch dengan konsep Kerajaan Allahnya. Tetapi dengan itu, saya sebagai seorang Kristen diingatkan bahwa gereja tidak hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk masyarakat di mana gereja hadir. Gereja tidak dapat hanya sibuk dengan khotbah-khotbah dan liturgi yang menekankan kesalehan individual yang berlebihan, tetapi melupakan pengemis atau anak yatim piatu yang setiap hari menadahkan tangan di depan gereja. Gereja hadir di dunia untuk menjawab tantangan dunia ini, salah satunya dengan hidup bagi masyarakat dan berperan mentransformasi kehidupan masyarakat. Kehadiran gereja seharusnya memberi dampak bagi masyarakat.

Kembali pada Hell's Kitchen. Saya menerka-nerka, mengapa sampai namanya Hell's Kitchen. Apakah kehidupan di sana seperti dapur neraka? Bagaimana pun itu, saya rasa di seluruh dunia juga ada Hell's Kitchen-Hell's Kitchen lain. Saya jadi berpikir, gereja seharusnya mentransformasi Hell's Kitchen menjadi Heaven's Kitchen. Hmmm, satu lagi pertanyaan. Kira-kira, kalau Dream Theater menulis lirik untuk lagu Hell's Kitchen, apa yang akan mereka tulis ya?

Comments

Popular posts from this blog

KRISTEN PROGRESIF

Beberapa waktu belakangan, sedang ramai nih di media sosial yang resah soal Kristen Progresif. Saya dibagikan video-video ceramah beberapa "tokoh" Kristen. Katanya Kristen Progresif ini dipropagadakan di Indonesia oleh Brian Siawarta, seorang pastor yang eksis di media sosial. Banyak orang Kristen resah sebab katanya Kristen progresif ini sesat lah, jadi ancaman kekristenan lah, yang tidak percaya Alkitab lah, tidak mengakui Yesus sebagai juruselamat lah, dan lain-lain. Wah... Saya juga jadi ikutan resah nih . Sebenarnya apa sih Kristen Progresif itu? Kalau berdasarkan definisi para "tokoh" Kristen dan orang-orang yang resah, Kristen progresif itu ya aliran sesat. Namun, itu pelabelan yang menurut saya terlalu sempit dan picik. Karena itu, mari kita lihat dulu arti kata "progresif". Menurut KBBI, "progresif" berarti, 1. ke arah kemajuan; 2. berhaluan ke arah perbaikan keadaan sekarang (tentang politk); 3. bertingkat-tingkat naik (tentang aturan

Kasih Allah akan Semesta

(Telah dipublikasi dalam Majalah Berkat Edisi Desember 2018 Tahun XXX nomor 121, dengan judul "Kasih Dinyatakan dalam Perbuatan") Identitas kekristenan sejatinya ialah cinta kasih. Sayangnya, seringkali kasih menjadi sekadar slogan dan kata-kata indah yang tak jarang kehilangan maknanya. Sayangnya, kasih hanya berhenti pada kata, puisi, lagu, atau wacana dan keyakinan saja, tanpa terlihat wujudnya. Seorang psikiater asal Amerika, Karl Menninger, mengatakan “Sebenarnya cinta adalah obat bagi semua penyakit dan penderitaan di dunia. Namun pada kenyataannya, cinta menjadi suatu resep yang sering diberikan tapi jarang digunakan.” Kasih dibicarakan dan dikumandangkan di mimbar-mimbar ibadah dengan segala konsepnya; gereja berteori tentang bagaimana mengasihi orang lain, namun, semua hanya sebatas teori. Kenyataan ini pun yang terjadi di jemaat tujuan surat Yohanes. Kasih sering sekali diucapkan, namun tindakan tidak semanis ucapan. Kenyataan ini yang menjadi dasar bagi kritik

Saya Tidak Tahu

Sahabat Sepanjang Embara oleh Galabara Ketika sahabat saya, Ujun Junaedi, meminta saya menulis refleksi untuk penahbisannya, saya agak mempertanyakan tema yang ia angkat, “Sahabat dalam Embara.” “Yakin embara?” tanya saya kepadanya. Kata embara dalam Bahasa Indonesia berarti pergi ke mana-mana tanpa tujuan dan tempat tinggal tertentu. Dengan demikian, embara bisa diartikan sebagai perjalanan ke mana-mana yang tak tentu arah, perjalanan yang tanpa tujuan. Dengan menggunakan kata “embara” apakah Ujun memahami ziarah kehidupannya sebagai perjalanan yang tanpa tujuan? Tentu ia memiliki alasannya sendiri memilih tema ini, yang ia tuliskan juga dalam refleksi penahbisannya. Saya di sini tidak akan membahas refleksi Ujun lebih jauh. Sila anda baca sendiri refleksinya dan alasannya memilih kata “embara” tersebut. Saya sendiri melihat kata embara dari sudut pandang yang berbeda dari Ujun. Teks Kitab Suci yang diangkat sebagai landasan tema ini adalah kisah Perjalanan ke Emaus. Kisah i